Kabupaten Bekasi, Lensamata.id- Menjelang Pujawali Parahyangan Agung Jagatnatha Pasundan (PAJP), puluhan umat Hindu dari Kota Bekasi memadati pura tersebut. Diantaranya tampak umat dari wilayah Rawalumbu dan sekitarnya, yang tergabung dalam komunitas Suka Duka Sub Banjar Narogong (SBN). Mereka berpartisipasi dalam kegiatan ngayah umum pada Minggu, 25/08/2024. PAJP, yang terletak di Desa Sukahurip, Kecamatan Sukatani. Pura di Kabupaten Bekasi ini menjadi pusat peribadatan dan pembinaan umat Hindu di wilayah tersebut.
Dalam kegiatan ngayah ini, umat dari SBN Narogong bergabung dengan umat lainnya dari berbagai penjuru Jabodetabek. Ini adalah bukti nyata semangat ngayah, yang merupakan wujud bhakti dan dedikasi mereka terhadap tradisi serta nilai-nilai Hindu warisan ari leluhur. Ngayah, yang dalam ajaran Hindu memiliki arti sebagai pengabdian tanpa pamrih. Menjadi jembatan spiritual antara umat dengan Tuhan, leluhur, dan masyarakat.
Ketua Sub Banjar Narogong, Nyoman Abadi, menegaskan bahwa ngayah bukan sekadar rutinitas atau kewajiban, melainkan manifestasi dari dharma. Hal ini mencakup seluruh aspek kehidupan umat Hindu. Bagi warga SBN yang merupakan perantau asal Bali dan Jawa, ngayah menjelang piodalan memiliki makna yang lebih mendalam. Meskipun jauh dari kampung halaman, mereka tetap menjaga keluhuran adat dan agama. Sekaligus menunjukkan bahwa jarak geografis tidak memudarkan nilai-nilai spiritual yang mereka pegang teguh. Bahkan, nilai-nilai tersebut semakin kokoh ketika mereka berhasil memadukannya dengan budaya Jawa Barat (Pasundan).
Ketika ditanya mengenai esensi ngayah, Nyoman mengutip Sloka Bhagavad Gita 3.9, “Yajnarthat karmano ‘nyatra loko ‘yam karma-bandhanah”. Ini berarti bahwa segala kegiatan harus dilakukan sebagai persembahan kepada Tuhan tanpa mengharapkan imbalan.
“Sloka ini menjadi landasan bagi kami warga SBN dalam menjalankan ngayah. Kami mengabdikan tenaga dan pikiran untuk kelancaran piodalan atau pujawali PAJP yang akan berlangsung pada Hari Tumpek Wariga, Sabtu depan (31/08/2024), dengan penuh keikhlasan, tanpa mengharapkan pujian atau imbalan materi,” ujar Nyoman.
Melibatkan Muda Mudi Sub Banjar Narogong
Nyoman juga menambahkan bahwa tantangan untuk menjalankan ngayah di perantauan lebih berat. Keterbatasan waktu, jarak, dan fasilitas sering kali menjadi kendala. Namun, ia merasa bangga karena kegiatan ngayah saat ini mulai melibatkan anak muda yang bergabung dalam sekaa teruna (muda-mudi).
“Kami bangga membawa serta muda-mudi SBN. Mereka turut serta mengorganisir berbagai kegiatan persiapan pujawali, mulai dari persiapan sarana upacara, menjaga kebersihan, hingga menghias dekorasi pura. Semua mereka lakukan demi suksesnya piodalan dan demi menjaga dan melestarikan budaya di tanah rantau,” imbuhnya.
Nyoman kemudian menjelaskan bahwa eksistensi muda-mudi juga menjadi simbol penting bagi komunitas Hindu di Bekasi. Mereka menjadi teladan bagi generasi muda lainnya, menunjukkan bahwa ngayah bukan sekadar tradisi, tetapi merupakan wujud nyata dari ajaran dharma. Lebih dari itu, ngayah di perantauan menjadi cara untuk mempertahankan identitas budaya dan spiritual yang mungkin mulai memudar seiring dengan modernisasi dan pengaruh budaya luar.
Dengan demikian, ngayah menjelang piodalan bagi muda-mudi SBN bukan hanya tentang menjalankan ritual agama, tetapi juga tentang memperkuat ikatan spiritual, melestarikan budaya, dan menunjukkan bahwa nilai-nilai Hindu yang ajeg, semakin hidup dan berkembang.
“Seperti dalam Sloka Bhagavad Gita 18.47, lebih baik menjalankan dharma sendiri walaupun tidak sempurna, daripada menjalankan dharma orang lain dengan sempurna. Kami warga Hindu SBN menjalankan dharma ngayah ini dengan penuh keyakinan, bahwa dalam setiap pengabdian terdapat keberkahan yang tak ternilai harganya,” pungkasnya.