Lensa Mata Nias Selatan – Program Bantuan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, kembali menuai sorotan. Sejumlah orang tua siswa di SMK Negeri 1 Teluk Dalam mengeluhkan makanan bantuan yang diterima anak-anak mereka dalam kondisi basi dan berbau tidak sedap pada Kamis (30/10/2025).
Keluhan itu berawal dari unggahan video seorang guru di akun media sosial Facebook. Dalam video tersebut terlihat sejumlah siswa mengembalikan makanan yang telah dibagikan karena tak layak konsumsi.
“Makanan MBG di SMK Negeri 1 Teluk Dalam hari ini basi. Anak-anak tidak ada yang makan, semua dikembalikan,” ujar sang guru dalam rekaman itu.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Nias Selatan, Egidius Zamili, membenarkan adanya laporan makanan basi di sekolah tersebut. Namun, ia menegaskan tidak semua makanan yang didistribusikan mengalami masalah.
“Benar ada beberapa porsi yang basi, tapi tidak seluruhnya. Kami sudah turun langsung bersama pihak sekolah untuk klarifikasi dan mencari solusi,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Kamis (06/11/2025).
Meski demikian, Egidius mengaku belum mengetahui pasti jumlah makanan yang rusak. Ia memperkirakan ada sekitar 30 porsi yang terdampak, sementara salah satu guru di sekolah tersebut menyebut jumlahnya mencapai 63 porsi.
“Itu sekitar dua kelas, salah satunya di kelas 10-DPB-a,” kata guru yang enggan disebut namanya.
Lebih lanjut, Egidius juga mengakui bahwa pihaknya pernah menerima laporan serupa dari beberapa sekolah lain.
“Kadang ada temuan seperti rambut atau ulat di makanan, tapi biasanya hanya satu atau dua porsi. Kami selalu melakukan klarifikasi dan evaluasi terhadap SOP di dapur,” jelasnya.
Ia menegaskan pihaknya bertanggung jawab atas setiap kelalaian dan selalu melaporkan temuan ke koordinator wilayah Nias Selatan.
Insiden ini memicu reaksi keras dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Ketua LSM Peduli Anak Nias, Agustinus Zebua, menilai kasus tersebut mencederai tujuan utama program MBG yang seharusnya meningkatkan gizi anak sekolah.
“Ini sangat disayangkan. Program ini seharusnya menyehatkan anak-anak, bukan malah membahayakan mereka. Anak-anak jangan dijadikan korban kelalaian,” tegasnya.
Menurut laporan warga, beberapa siswa di Teluk Dalam dan sekitarnya sempat mengalami keluhan usai mengonsumsi makanan bantuan tersebut. LSM meminta pemerintah daerah segera melakukan audit menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG agar kejadian serupa tidak terulang.
“Anak-anak kita berhak mendapat makanan bergizi, bukan makanan basi,” ucap Agustinus.
Ia juga mendorong adanya pembenahan sistem pengawasan rantai distribusi MBG yang menggunakan dana APBN.
“Masalah ini bukan hanya soal penyedia dapur. Pengawasan antarinstansi harus diperkuat, dan para pengelola dapur perlu disertifikasi agar memenuhi standar keamanan pangan. Jika terbukti lalai, izinnya harus dicabut,” pungkasnya.










